Salah satu bentuk tindak pidana yang timbul dalam bidang lalu lintas adalah pelanggaran (over tredingen), yakni suatu perbuatan yang oleh pembuat undang-undang ditetapkan bertentangan dengan hukum dan diancam sanksi pidana. Dalam bidang lalu lintas, pelanggaran sering merupakan suatu bentuk perbuatan yang mendahului terjadinya kecelakaan lalu lintas, sebagaimana diungkapkan oleh Naning Randlon bahwa kecelakaan lalu lintas adalah kejadian akhir daripada suatu peristiwa lalu lintas jalan baik yang berupa kejahatan maupun pelanggaran yang mengakibatkan kerugian jiwa manusia atau kerugian harta benda.[1]
Pengguna jalan raya khususnya pengemudi kendaraan, seringkali tidak menyadari bahwa pelanggaran yang dilakukan walaupun ringan, tetapi dapat berakibat fatal bagi pengguna jalan lainnya. Oleh karena pelanggaran lalu lintas hendaknya dihindari oleh setiap pengguna jalan raya guna menghindari bentuk tindak pidana yang lebih berat berupa kecelakaan lalu lintas.
Menurut Hadiman, dalam bidang lalu lintas terdapat tiga masalah pokok yang timbul, yaitu: (1) kemacetan jalan, (2) pelanggaran, dan (3) kecelakaan lalu lintas.[2] Ketiga permasalahan pokok tersebut, pelanggaran merupakan salah satu masalah pokok yang terus terjadi dan saling terkait dengan masalah-masalah pokok lainnya. Pelanggaran lalu lintas dapat juga mempengaruhi masalah pokok lainnya, misalnya karena seorang pengemudi melakukan pelanggaran sehingga mengakibatkan kecelakaan, atau karena melanggar rambu-rambu lalu lintas yang ada mengakibatkan jalan menjadi macet. Pelanggaran lalu lintas dibedakan atas 3 (tiga) kelompok, yakni (a) pelanggaran lalu lintas yang bersifat ringan, (b) pelanggaran lalu lintas dengan kategori sedang, dan (c) pelanggaran lalu lintas dengan kategori bersifat berat.
Pelanggaran lalu lintas kategori ringan, antara lain:
- Pelanggaran terhadap rambu-rambu lalu lintas.
Rambu-rambu lalu lintas merupakan bagian perlengkapan Jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi Pengguna Jalan. Untuk keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas serta kemudahan bagi pemakai jalan, jalan wajib dilengkapi dengan rambu-rambu, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat pengendali dan alat pengamanan pemakai jalan, alat pengawasan dan pengaman jalan, fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di dalan dan di luar jalan. rambu-rambu lalu lintas terdiri dari 4 (empat) golongan, yaitu: (a) rambu peringatan; (b) rambu larangan; (c) rambu perintah; dan (d) rambu petunjuk.
Pelanggaran terhadap rambu-rambu lalu lintas berupa peringatan (berbentuk belah ketupat dengan warna dasar kuning) seringkali mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, misalnya karena pengemudi tidak mengurangi kecepatan padahal ada rambu peringatan penyeberangan atau awas anak-anak. Sedangkan pelanggaran rambu lalu lintas berupa larangan atau perintah dapat terjadi misalnya pengemudi memasuki jalan yang dilarang kendaraan roda empat atau lebih, ataupun berupa pelanggaran terhadap arah yang diwajibkan.
- Pelanggaran terhadap ketentuan marka jalan
Marka jalan berfungsi untuk mengatur lalu lintas atau memperingatkan atau menuntun pemakai jalan dalam berlalu lintas di jalan. Selanjutnya pada ayat (2) disebutkan bahwa marka jalan terdiri dari: (a) marka membujur; (b) marka melintang; (c) marka serong; (d) marka lambang; dan (e) marka lainnya. Bentuk pelanggaran terhadap ketentuan marka jalan adalah berpindah jalur lintas (melambung kendaraan di depan), padahal terdapat garis utuh di tengah jalan.
- Pelanggaran terhadap alat pemberi isyarat lalu lintas.
Alat pemberi isyarat lalu lintas yang sehari-hari dikenal dengan lampu lalu lintas, berfungsi untuk mengatur kendaraan dan atau pejalan kaki. Alat pemberi isyarat ini biasanya ditempatkan pada perempatan jalan atau pada lokasi-lokasi yang dianggap rawan kecelakaan lalu lintas, yang terdiri atas lampu tiga warna untuk mengatur kendaraan, lampu dua warna untuk kendaraan dan atau pejalan kaki serta lampu satu warna untuk memberikan peringatan bahaya kepada pemakai jalan. Bentuk pelanggaran terhadap alat pemberi isyarat lalu lintas yang sering dilakukan pengemudi adalah tidak mengindahkan lampu merah sehingga mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.
Pelanggaran lalu lintas kategori sedang, terdiri dari:
- Mengemudikan kendaraan tanpa memiliki SIM atau tidak dapat menunjukkan SIM.
Surat Izin Mengemudi (SIM) merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh setiap pengemudi kendaraan bermotor, sebagaimana diisyaratkan dalam Pasal 281 UULLAJ 2009 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah). Pasal 77 ayat (1) UULAJ 2009, menegaskan bahwa Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan. Pasal 288 ayat (2) UULLAJ 2009 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dapat menunjukkan Surat Izin Mengemudi yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
- Mengemudikan kendaraan bermotor tanpa dilengkapi dengan Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK).
Pasal 288 (1) UULLAJ 2009 Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor yang ditetapkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf a UULLAJ 2009 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Sedangkan pelanggaran lalu lintas dengan kategori berat, misalnya melanggar ketentuan yang disebutkan dalam Pasal 308 UULLAJ 2009 Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum yang: a. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf a UULLAJ 2009; b. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf b UULLAJ 2009; c. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan barang khusus dan alat berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf c UULLAJ 2009; atau d. menyimpang dari izin yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 UULLAJ 2009. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 274, Pasal 275 ayat (1), Pasal 276, Pasal 278, Pasal 279, Pasal 280, Pasal 281, Pasal 282, Pasal 283, Pasal 284, Pasal 285, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295, Pasal 296, Pasal 297, Pasal 298, Pasal 299, Pasal 300, Pasal 301, Pasal 302, Pasal 303, Pasal 304, Pasal 305, Pasal 306, Pasal 307, Pasal 308, Pasal 309, dan Pasal 313 adalah pelanggaran. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 273, Pasal 275 ayat (2), Pasal 277, Pasal 310, Pasal 311, dan Pasal 312 adalah kejahatan.
[1]Naning Randlon, Menggairahkan Kesadaran Hukum Masyarakat Dan Disiplin Penegak Hukum Dalam Lalu Lintas, Bina Ilmu, Surabaya, 1983, hal.19.
[2]Hadiman H, Menyongsong Hari Esok Yang Lebih Tertib, Jadilah Pengemudi Yang Baik, Dislitbang POLRI, Jakarta, 1986, hal.1.